Mataku memandang sayu pada
semburat matahari senja yang bersilangan dari arah barat.
Di pikiran ku masih tentang dia
orang yang aku sayangi, aku masih duduk menyendiri dalam kamar kecil yang
berdebu berteman segelas kopi hangat sambil mengepulkan asap rokok yang nyaris
memuntung di sela-sela jemari.
Sesekali, ku hisap dalam – dalam
asap rokoknya, lalu menghempaskan nafasku seperti ingin membebaskan beban akan
dirinya.ketakutan akan dirinya selalu dekat, bayangannya masih terus melekat,
senyumannya yang masih terus memikat.
Masih terkenang juga padanya, tanya
angin padaku.
Tahukah kau seberapa sakit rasa
kehilangan? ku balik bertanya pada angin
Angin menepuk pundak ku dengan
sangat lembut, seakan ia ingin memberikan ku suatu jawaban atas semuanya
Janganlah kau sesali akan semua yang
telah berlalu, biarkan dia pergi, mungkin saat ini dia telah bahagia dengan
orang yang dia sayangi.
Tegarlah, kehilangan adalah milik
semua orang, hidupmu akan berwarna justru karena kehilangan demi kehilangan.
Hummm, jawabanmu membuatku
makin bertanya - tanya
Sering aku ingin bergegas dari kamar
ini, berjalan menyusuri senja, melipat tanganku
sambil memegang rokok,
perlahan melangkahkan kaki menyusuri gang – gang kecil yang dihimpit
gedung-gedung tua, melihat bocah – bocah bermain lincah dan menghirup
udara yang telah pengap oleh asin laut, tapi tak kuasa dan aku tetap memilih
berada dalam kamar ini, sendiri merangkai mimpi ku sampai tiba saatnya dimana
aku bisa mewujudkan semuanya.
Lalu, Masihkah kau menuliskan
kalimat – kalimat indah..?
Masihkah kau bingkiskan rima bersajak..?
Dan masihkah kau melantunkan
nada – nada minor dari gitar tua mu..?
Aku telah lupa akan semuanya kalimat
– kalimat indah, rima bersajak karena otak ku telah beku, dan sampai saat ini
jemari – jemari yang dulu mahir menciptakan nada sudah tak bisa ku gerakan
lagi, jemari – jemari ini telah kaku.
Selang beberapa saat langit
melantunkan syair, gemuruh mendesah garang memecah kesunyian dan menimbun
kedamaian dalam khayalan.
Petang ini usang benar, selalu
berteman bersama rintik hujan masih sama hampir setiap harinya. Ku tak tau
harus berkata apa saat diriku beradu di dalam asa,
Terpaku
Terkunci
Terendap lara dalam dada, sungguh
miris.
Shakespeare, William Faulkner, Plato & Chairil Anwar, apa arti semua ini
tanya angin padaku saat ia melihat sekumpulan buku yang berserakan dilantai
kamar..?
I don’t know, aku hanya menggemari
karangan – karangan mereka tak ada yang spesial
Tapi, kau tahu ada sepenggal kata
yang sangat aku sukai dari sebuah lagu yang sering aku dengar yakni :
Saat Shakespeare menangis dalam
sudut kecewa.
Dewi cinta terjatuh merana dalam luka.
Terkubur dalam waktu yang berputar.
Bercampur dengan udara yang tak terdengar.
Dewi cinta terjatuh merana dalam luka.
Terkubur dalam waktu yang berputar.
Bercampur dengan udara yang tak terdengar.
Begitu kental akan makna cinta..
Setiap perpaduan kata dalam kalimat
akan membentuk suatu arti yang begitu mendalam, bukan hanya untuk cinta tapi
untuk semua.
Aroma rumput basah perlahan mulai
terasa mengitari setiap sudut kamar, rintik hujan berjatuhan menghempas ke
dinding kamar melahirkan suatu instrument yang tak padu tapi cukup untuk ku
menghilangkan penat.
Lihatlah langit itu begitu anggun
walau ia sedang galau,
Hamparan langit kembali tak berwarna
karena rotasi bumi membuatnya gelap gulita, seakan tata surya terus jalankan
tugasnya dibawah komando Sang Pencipta
Sang bulan yang malu-malu mulai
tampakkan wajahnya, ikut melengkapi keindahan malam, sebuah lukisan nyata dari
Sang Pencipta yang sangat indah dan mempesona seakan puluhan bidadari dan
malaikat ikut menari-nari disana menyempurnakan segalanya
Kapankah hatimu akan seperti itu.?
Walau diselimuti kabut tapi dia
masih tetap anggun tak seperti dirimu yang kerap menutup diri dalam kamar ini
dan terus bergelut dengan mimpi – mimpimu bodoh..?
Huhhhh, aku tak tahu,,
Sejenak ku rebahkan diri pada kasur
kecilku dan aku coba mengulang – ngulang bait perbait karangan Gibran
Beginilah nanti jadinya,
saat dia pergi dan berbahagia
bersama oarng lain
aku masih mengembara serupa
Ahasveros
Dikutuk dan disumpahi eros.
Ya, kau tahu rasa cinta yang ada
didalam diriku telah mati telah diambil Eros malam itu, jadi walaupun aku
merangkaki dinding hati buta tapi tak akan ada lagi pintu yang terbuka.
Sudahlah jangan kau tanya lagi, aku
masih ingin berpetualang dengan kesendirian ku di bawah sinar bulan dan
menghitung jumlah bintang yang berjajar berusaha tutupi mataku dengan gelapnya
malam dan dinginnya selimuti sekujur tubuhku
Biarkan aku bermimpi sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar