Di
dalam hatiku ada satu wanita yang sangat lembut. Setiap kali aku beranjak
tidur, wajahnya selalu menggangguku untuk memikirkan suaranya walau terkadang
aku mendengar suara wanita yang lain, tetapi hanya suara wanita lembut ini yang
berhasil mencapai hatiku.
Beberapa waktu kemudian, suaranya tiba-tiba hilang dari hatiku dan senyumannya lenyap dari pikiranku, memori tentangnya sirna.
Beberapa waktu kemudian, suaranya tiba-tiba hilang dari hatiku dan senyumannya lenyap dari pikiranku, memori tentangnya sirna.
Pada
masa itu aku sering bermimpi buruk dan aneh.
Tetapi
aku bersyukur, wajah dan senyumannya masih terpantul pada kedua bola mataku.
Dan akhirnya, seketika aku benar-benar kehilangan wajahnya dan tak menemukan senyumannya. Semuanya ini seperti impian bodohku tentang cinta yang penuh kepahitan.
Dan akhirnya, seketika aku benar-benar kehilangan wajahnya dan tak menemukan senyumannya. Semuanya ini seperti impian bodohku tentang cinta yang penuh kepahitan.
Setiap
malam kulewati dengan menggigit lidahku dan mencari wajahnya dalam
lorong-lorong gelap pembuluh darahku, merasakan sentuhan bibirnya pada indah desahan nafasku namun tak juga aku temui.
Terkadang seseorang mencintai seseorang lainnya dengan pengorbanan yang sangat besar. Kebanyakan orang mengorbankan kebahagiaannya sendiri untuk sebuah senyuman orang yang dicintainya.
Terkadang seseorang mencintai seseorang lainnya dengan pengorbanan yang sangat besar. Kebanyakan orang mengorbankan kebahagiaannya sendiri untuk sebuah senyuman orang yang dicintainya.
Rupanya
hidup untuk orang yang dicintai itu sama dengan siap untuk berduka. Tetapi
bagaimana jika semua yang tadi kusebut di atas, semua yang indah dan yang pahit
tentang cinta itu adalah ilusi?
Aku mencintai sebuah kenangan, mencintai sebuah ilusi.
Setiap pagi aku terbangun dari tidur aku selalu berhalusinisi tentang dirinya, aku melihat dia sedang tidur di samping ku.
Aku mencintai sebuah kenangan, mencintai sebuah ilusi.
Setiap pagi aku terbangun dari tidur aku selalu berhalusinisi tentang dirinya, aku melihat dia sedang tidur di samping ku.
Semua
kesedihan, kepahitan, dan raut murung di wajahku adalah akibat dari cintaku
kepada sebuah kenangan indah dalam hati kecilku. Akhirnya aku hidup hari demi
hari dalam kekosongan dan kesedihan, karena aku mencintai seorang wanita dalam
sebuah ilusi, bukan sebuah ilusi dalam seorang wanita.
Aku memiliki seorang
wanita yang berdiam dalam hatiku. Entah sejak kapan dia ada, tetapi aku selalu
tahu bahwa dia telah bersamaku sebelum aku mengenalnya. Kadang ia nampak begitu
dekat, kadang begitu jauh. Setiap malam kutatap langit dan menyampaikan pesan-pesan
selamat tidurku padanya.
Kepada bulan, aku
menitipkan belaian kasih dan doaku padanya. Namun, aku selalu tahu bahwa ia tak
pernah mendengar isi hatiku.
Sampai saat ini, ia belum mengerti.
Sampai saat ini, ia belum mengerti.
Mungkin, sekarang ia
sedang berada di suatu tempat di sana, bersama dengan sahabat-sahabatnya,
bersama dengan orang yang di cintainya, pilihan hatinya.
Aku tidak tahu apakah
ia sedang tersenyum atau merenung, menangis atau tertawa.
Aku bahkan tidak tahu
apa yang menjadi impiannya, apa yang membuatnya memilih tetap hidup.
Ia sama sekali tak pernah menoleh padaku sedikit saja, sekadar mengizinkanku menatap matanya dan membalas senyumannya.
Ia sama sekali tak pernah menoleh padaku sedikit saja, sekadar mengizinkanku menatap matanya dan membalas senyumannya.
Dalam setiap jalanku,
aku hanya bisa memandang bahunya dari belakang, menatap rambutnya bergerai di
antara angin. Di matanya hanya kulihat mereka yang ia sayangi, yang berharga.
Cahaya bahagia terpancar
dari sana.
Ketika kutemukan
sosok diriku dalam matanya, segera kusadari bahwa sosok itu kosong, sosok
diriku tak ada sama sekali.
Aku menyampaikan pesan-pesanku lewat dedaunan hijau di pepohonan, angin yang berdesir di antara ranting-ranting, dan bintang-bintang malam yang terang.
Aku menyampaikan pesan-pesanku lewat dedaunan hijau di pepohonan, angin yang berdesir di antara ranting-ranting, dan bintang-bintang malam yang terang.
Tetapi ia tidak
mendengarnya.
Tak apalah, aku masih
punya waktu untuk itu.
Namun, aku tetap saja
berteriak memohon kepada TUHAN. Menghabiskan suara dan tenagaku dalam kesunyian
malam. Sampai aku tertidur, berharap pagi menghapuskan semua ingatan tentang
dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar